Selasa, 06 Desember 2016

RAMAINYA KASUS KORUPSI DI INDONESIA

A.    PENDAHULUAN
Singkatan (KKN) adalah salah satu singkatan yang akrab bagi masyarakat Indonesia. Sering kalau ada protes anti-pemerintah, singkatan KKN ini didengar dan diteriakkan oleh para demonstran atau ditulis di atas spanduk-spanduk. KKN ini mengacu ke korupsi, kolusi dan nepotisme dan - yang banyak mencemaskan mayoritas penduduk Indonesia - telah menjadi bagian intrinsik atau sudah mendarah-daging di pemerintah Indonesia, mungkin mencapai puncaknya selama rezim Orde Baru Presiden Suharto (1965-1998).
Masalah korupsi politik di Indonesia terus menjadi berita utama (headline) hampir setiap hari di media Indonesia dan menimbulkan banyak perdebatan panas dan diskusi sengit. Di kalangan akademik para cendekiawan telah secara terus-menerus mencari jawaban atas pertanyaan apakah korupsi ini sudah memiliki akarnya di masyarakat tradisional pra-kolonial, zaman penjajahan Belanda, pendudukan Jepang yang relatif singkat (1942-1945) atau pemerintah Indonesia yang merdeka berikutnya. Meskipun demikian, jawaban tegas belum ditemukan. Untuk sementara harus diterima bahwa korupsi terjadi dalam domain politik, hukum dan korporasi di Indonesia.

B.     FAKTA
Memasuki akhir tahun 2016 kasus korupsi di indonesia semakin ramai bahkan semua orangpun dapat melakukan korupsi. Banyak sekali kasus korupsi yang terjadi di Indonesia, salah satunya penyuapan. Penyuapan tidak harus berupa uang tetapi dapat berupa barang berharga, rujukan, hak-hak istimewa, ataupun tindakan yang dapat membujuk seseorang dalam sebuah jabatan politik. Hal ini merupakan keserakahan para pelaku dalam melakukan kasus korupsi. Jumlah kasus korupsi di Indonesia terus meningkat. Kasus korupsi yang telah diputus oleh Mahkamah Agung (MA) dari 2014-2015 sebanyak 803 kasus. Jumlah ini meningkat jauh dibanding tahun sebelumnya.

Hasil penelitian Laboratorium Ilmu Ekonomi, Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada, mengungkap 803 kasus itu menjerat 967 terdakwa korupsi. Jika dikalkulasikan sejak tahun 2001 hingga 2015, kasus korupsi yang telah diputus MA pada tingkat kasasi maupun peninjauan kembali mencapai 2.321 kasus. Di lain pihak, jumlah koruptor yang dihukum pada periode itu mencapai 3.109. Jumlah tersebut meningkat drastis jika dibanding dengan data pada 2001-2009. Pada saat itu, kasus korupsi yang telah diketahui berjumlah 549 dengan 831 terpidana. Penelitian dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada membuktikan korupsi di Indonesia terus meningkat.
Namun, "Update di tahun 2014 seringkali berisi peningkatan putusan-putusan untuk tahun sebelumnya," tutur para peneliti, Rimawan Pradiptyo, Timotius Hendrik Partohap, dan Pramashavira dalam laporan penelitiannya. Sementara itu, mayoritas pelaku korupsi adalah laki-laki. Mayoritas pelaku pun diputus bersalah oleh pengadilan negeri hingga MA. Politikus dan swasta tercatat sebagai pelaku terbesar untuk korupsi. Totalnya sekitar 1.420 terpidana. Sedangkan jumlah pelaku korupsi pegawai negeri sipil (PNS) mencapai 1.115 terpidana.
Analisis penelitian itu juga menyebutkan total nilai korupsi oleh politikus dan swasta mencapai Rp 50,1 triliun. Selain itu, penyuapan merupakan modus korupsi yang paling banyak dilakukan. Dari jenis korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), modus korupsi mencapai 242 atau sekitar 48 persen pada 2015.

C.    OPINI
Masalah korupsi tengah menjadi perbincangan hangat di masyarakat, terutama media massa lokal dan nasional. Maraknya korupsi di Indonesia seakan sulit untuk diberantas dan telah menjadi budaya. Pada dasarnya, korupsi adalah suatu pelanggaran hukum yang kini telah menjadi suatu kebiasaan. Di era demokrasi, korupsi akan mempersulit pencapaian good governance dan pembangunan ekonomi. Terlebih lagi akhir-akhir ini terjadi perebutan kewenangan antara KPK dan Polri. Sebagai institusi yang sama-sama menangani korupsi, seharusnya KPK dan Polri bisa bekerja sama dalam memberantas korupsi. Tumpang tindih kewenangan seharusnya tidak terjadi jika dapat dikoordinasikan secara baik.
Penyebab terjadinya korupsipun bermacam-macam, antara lain masalah ekonomi, yaitu rendahnya penghasilan yang diperoleh jika dibandingkan dengan kebutuhan hidup dan gaya hidup yang konsumtif, budaya memberi tips (uang pelicin), budaya malu yang rendah, sanksi hukum lemah yang tidak mampu menimbulkan efek jera, penerapan hukum yang tidak konsisten dari institusi penegak hukum, dan kurangnya pengawasan hukum.
Semakin banyaknya kasus korupsi diharapkan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) lebih teliti dalam mengawasi para penguasa yang tidak bertanggung jawab tersebut. Jumlah kasus korupsi di Indonesia terus meningkat. Oleh karena itu, pemerintah harus selalu waspada dalam menangulangi permasalahan ini. Korupsi adalah produk dari sikap hidup satu kelompok masyarakat yang memakai uang sebagai standard kebenaran dan sebagai kekuasaaan mutlak. Sebagai akibatnya, kaum koruptor yang kaya raya dan para politisi korup yang berkelebihan uang bisa masuk ke dalam golongan elit yang berkuasa dan sangat dihormati. Mereka ini juga akan menduduki status sosial yang tinggi dimata masyarakat.
Akibat-akibat dari korupsi antara lain gangguan terhadap penanaman modal, bantuan yang lenyap, ketidakstabilan, revolusi sosial, pengambilan alih kekuasaan oleh militer, menimbulkan ketimpangan sosial budaya, pengurangan kemampuan aparatur pemerintah, pengurangan kapasitas administrasi, hilangnya kewibawaan administrasi.
Dalam menangani kasus korupsi, yang harus disoroti adalah oknum pelaku dan hukum. Kasus korupsi dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab sehingga membawa dampak buruk pada nama instansi hingga pada pemerintah dan negara. Hukum bertujuan untuk mengatur, dan tiap badan di pemerintahan telah memiliki kewenangan hukum sesuai dengan perundangan yang ada. Namun, banyak terjadi tumpang tindih kewenangan yang diakibatkan oleh banyaknya campur tangan politik buruk yang dibawa oleh oknum perorangan maupun instansi. Penanganan kasus korupsi juga harus mampu memberikan efek jera agar tidak terulang kembali. Tidak hanya demikian, sebagai warga Indonesia kita wajib memiliki budaya malu yang tinggi agar segala tindakan yang merugikan negara seperti korupsi dapat diminimalisir.
Negara kita adalah negara hukum. Semua warga negara Indonesia memiliki derajat dan perlakuan yang sama di mata hukum. Maka dalam penindakan hukum bagi pelaku korupsi haruslah tidak boleh pilih kasih, baik bagi pejabat ataupun masyarakat kecil. Korupsi merupakan tindakan yang tidak sesuai dengan sila kelima pancasila yang berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Diperlukan sikap jeli pemerintah dan masyarakat sebagai aktor inti penggerak demokrasi di Indonesia, terutama dalam memilih para pejabat yang akan menjadi wakil rakyat. Tidak hanya itu, semua elemen masyarakat juga berhak mengawasi dan melaporkan kepada institusi terkait jika terindikasi adanya tindak pidana korupsi.


Sumber:
http://www.kompasiana.com/liasuciati/ramainya-kasus-korupsi-di-indonesia_58483336b37a61470a06066d 

NAMA/NPM           :  LIA SUCIATI/ 1634030027
PRODI                   : AKUNTANSI
MATA KULIAH     : PANCASILA PAGI B
DOSEN                  : Dr. HOTMA P. SIBUEA. S.H., M.H.